Jakarta, CNBC Indonesia – Kalangan ekonom perbankan mengingatkan Bank Indonesia (BI), kebijakan suku bunga acuan BI Rate belum tentu mampu memperkuat nilai tukar rupiah dan menjaga stabilitasnya dalam jangka waktu panjang ke depan. Di tengah penguatan dolar Amerika Serikat saat ini.

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, kondisi itu disebabkan sentimen pelaku pasar keuangan saat ini tengah berburu aset-aset yang aman di tengah tingginya tensi geopolitik, serta masih tingginya potensi kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS akibat tekanan inflasi di negara itu.

“Karena kalau investor luar ya memang mereka sekarang lebih menarik untuk mungkin taruh di aset-aset dolar untuk sementara ini,” kata David kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (23/4/2024).

“Jadi untuk misalkan kita menaikkan tinggi sekali, terus menarik mereka masuk, enggak serta merta juga,” tegas David.

Karena dolar yang tengah menguat, David menekankan, maka bukan rupiah saja yang tengah melemah. Dilansir dari Refinitiv pada pembukaan perdagangan hari ini, mata uang Asia yang memiliki penurunan terparah yakni baht Thailand sebesar 0,08% diikuti oleh rupiah Indonesia dan yuan China yang masing-masing terdepresiasi 0,03%.

“Memang kondisinya sekarang dolarnya yang menguat kencang, jadi ya mungkin enggak serta merta juga,,” ucap David.

Pandangan serupa disampaikan oleh Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede. Namun, ia mengakui, pelemahan rupiah saat ini juga sebetulnya ada pengaruh tingginya permintaan dolar di dalam negeri, karena faktor musiman yakni kebutuhan perusahaan untuk pembayaran pokok utang, deviden, dan kupon ke non-resident.

“Pelemahan rupiah saat ini memang benar dikarenakan faktor eksternal yakni naiknya risiko higher for longer sehingga memicu terjadinya sentimen risk-off. Namun ada juga faktor internal di mana permintaan valuta asing cenderung naik secara musiman setiap kuartal kedua,” ucap Josua.

Oleh sebab itu, David mengatakan, untuk menjaga stabilitas rupiah, BI saat ini masih cukup melakukan intervensi di pasar keuangan. Sebab, risiko untuk menaikkan suku bunga acuan hanya demi menjaga stabilitas rupiah karena faktor tersebut menurutnya lebih besar, yakni melambatnya ekonomi domestik di tengah masih lemahnya daya beli masyarakat.

“Tentu instrumen moneter intervensi pada pasar valuta asing merupakan salah satu cara yang cukup efektif dalam upaya stabilisasi nilai tukar rupiah,” tutur Josua.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


RI Makin Gencar Tinggalkan Dolar AS, Ini Data Terbaru BI


(haa/haa)




Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *