Jakarta, CNBC Indonesia – Bursa Asia-Pasifik dibuka cenderung bervariasi pada perdagangan Senin (27/5/2024), karena investor bersiap menghadapi minggu sibuk yang berisi data yang berpuncak, terutama dari China dan Amerika Serikat (AS).

Per pukul 08:24 WIB, indeks Nikkei 225 naik 0,1%, ASX 200 Australia menguat 0,59%, dan KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,47%.

Sementara itu, untuk indeks Hang Seng Hong Kong dan Shanghai Composite China turun tipis masing-masing 0,02% dan 0,01%, sementara Straits Times Singapura terkoreksi 0,15%.

Pada pekan ini, investor di Asia-Pasifik akan memantau beberapa rilis data ekonomi di China, terutama data aktivitas manufaktur yang tergambarkan pada Purchasing Manager’s Index (PMI) yang akan dirilis pada Jumat pekan ini.

Di lain sisi, bursa Asia-Pasifik yang cenderung menguat mengikuti pergerakan bursa saham AS, Wall Street yang juga cukup cerah pada perdagangan akhir pekan lalu.

Pada perdagangan Jumat pekan lalu, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup naik tipis 0,01%, S&P 500 menguat 0,7%, dan Nasdaq Composite melonjak 1,1%.

Ketidakpastian terkait berakhirnya era suku bunga tinggi The Fed membuat pelaku pasar di AS cenderung bimbang pada pekan lalu.

Risalah pertemuan kebijakan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada 30 April -1 Mei oleh The Fed yang dirilis pada Rabu malam atau Kamis dini hari waktu Indonesia menunjukkan kekhawatiran dari para pengambil kebijakan tentang kapan saatnya untuk melakukan pemangkasan kebijakan suku bunga acuan.

Pertemuan tersebut menyusul serangkaian data yang menunjukkan inflasi masih lebih tinggi dari perkiraan para pejabat the Fed sejak awal tahun ini. Sejauh ini, The Fed masih menargetkan inflasi melandai 2%.

Untuk diketahui, inflasi konsumen (consumer price index/CPI) AS pada April 2024 berada di angka 3,4% (year-on-year/yoy). Dengan kata lain, masih ada selisih 1,4 poin persentase hingga akhirnya inflasi AS sesuai dengan target The Fed.

Risalah juga menjelaskan bahwa sebagian pejabat menyatakan kesediaan-nya untuk memperketat kebijakan lebih lanjut guna mengatasi risiko inflasi yang masih panas.

Beberapa pejabat The Fed, termasuk Ketua The Fed Jerome Powell dan Gubernur The Fed Christopher Waller, sejak pertemuan tersebut mengatakan bahwa mereka masih meragukan langkah selanjutnya yang akan diambil adalah kenaikan suku bunga.

Akibat itu, kini peluang penurunan suku bunga kian menyusut, melansir survei CME FedWatch Tool, pasar memperkirakan 51,4% penurunan suku bunga the Fed sebesar 25 basis poin (bp) pada September dan pada Desember, diperkirakan pemangkasan suku bunga tidak akan terjadi.

Meski begitu, investor tetap optimis karena inflasi pengeluaran pribadi (Personal Consumption Expenditure/PCE) yang akan dirilis pada akhir pekan ini diprediksi dapat kembali melandai meski inflasi utama AS masih membandel.

Inflasi PCE saat ini memang masih berada di atas target The Fed sebesar 2%. Namun, inflasi PCE lebih rendah dari inflasi utama dan memberikan harapan bahwa The Fed berpotensi tetap memangkas suku bunga acuan pada tahun ini meski hanya sekali saja.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Bursa Asia Dibuka Merana Lagi, Kenapa ya?


(chd/chd)




Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *